Saat mendengar kata KREATIF,
yang terbayang di kepala saya adalah aneka pernak-pernik do it yourself.
Atau kreasi masakan buatan sendiri.
Atau beragam olahan padu padan kain yang terjahit unyu atau sempurna.
Dan itu semua BUKAN saya banget banget banget.
Saya tak hobi berjibaku dengan kertas, lem, gunting dan berbagai bahan terpakai lalu di daur ulang untuk menghasilkan bentuk baru yang menawan hati.
Kemampuan masak saya sangat minim, bahkan bisa dibilang terpaksa bisa masak ala kadarnya. Sekedar supaya sah menyandang status istri dan ibu, timbang masak air dan mie instan plus telor dadar aja sudah membuat saya cukup berbangga diri #ngenes.
Jahit? Boro-borooooo dah...
Mungkin sebenarnya ada sih sedikit bakat jahit. Dengan catatan kalau ada niatnya.
Nah masalahnya niatnya ini yang wallohualam bisshowam.
Default isi kepala saya sepertinya terlanjur didominasi perhitungan untung rugi, dan penghematan di segala lini. Hemat waktu, hemat tenaga, hemat biaya...
Jadi setiap kali ingin mencoba kreativitas ala d.i.y
Saat insyaf ingin mencoba menu-menu baru.
Jika muncul naluri dan kerinduan bersua dengan jarum dan benang.
Maka segala perhitungan apakah hal tersebut sebanding dan layak dengan waktu, tenaga, pikiran dan biaya yang harus saya keluarkan atau tidak, langsung berputar-putar di otak saya.
Dan pada akhirnya, semua niat mulia untuk berkreasi itu terkalahkan wkwkwkwkkwkwkwkw.
Selama ini saya mengasumsikan diri sendiri sebagai "pemalas profesional"
Karena acuan saya saat akan melakukan apapun adalah hemat tenaga, hemat waktu, hemat biaya.
Jadi apapun hasilnya haruslah layak bermanfaat dan sebanding dengan waktu, tenaga dan biaya yang dikeluarkan.
Itulah yang membuat saya sering menyiasati berbagai hal agar bisa dilakukan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, bisa terwujud dengan tenaga yang seminimal mungkin dan budget dana yang se-ekonomis mungkin.
Misalnya, karena saya ingin menghemat waktu dan tenaga untuk memasak, maka saya gemar mengukus agar bisa dilakukan bersamaan dengan menanak nasi di rice cooker. Nasi matang, lauk pun matang. Tanpa mengeluarkan waktu dan tenaga tambahan. Hemat listrik dan gas. #pemalas
Karenanya saya sungguh mati terkejut tak percaya saat salah satu role model saya di kelas Bunsay IIP Tangsel, mbak Natali Intan Pratiwi, kok malah menyebut saya sebagai Ratu Kreatif???
Toeeeeng toeeeeeng...
Lah kok isoooo....???
Apa sekarang ini PEMALAS dan KREATIF itu makin tak berjarak ya???
Bergabung dengan kelas Bunsay IIP Tangsel telah memicu kreativitas saya ke level yang cukup bisa menghibur suami saya hehe.
Kenapa?
Karena saya tak sabar untuk bisa menceritakan semua kisah dalam bentuk laporan Tantangan 10 hari.
Saya senang dan menikmati kegiatan menulis dan melaporkan ini.
Dan karena adanya berbagai tantangan, saya juga jadi terpancing berkreasi menciptakan berbagai aktivitas bersama keluarga, terutama anak-anak.
Banyak juga mendapat sumber inspirasi kegiatan dari ibu-ibu profesional sejagad Tangsel Raya tercinta ini. (walaupun sejatinya saya pembelot pencari suaka dari Jakarta Barat.. Uhukuhuk..)
Misalnya untuk pertama kalinya dalam hidup ini, saya berhasil membuat gamis sendiri berkat bimbingan suhu Noor Widyaningsih #sungkem
Pertama kalinya menjajal menghias kukis karena mb Sekar, putri nipun kanjeng ndoro Natali Intan.
Dan jiwa pemalas saya bertemu oase sejuk saat mendapat hidayah ilmu beberes KONMARI yang dibagikan obral oleh mbak Anggita Triasari.
Naluri pemalas profesional sedikit mengendap karena malu melihat Sang Ketua Kelas mbak Nani Nurhasanah yang sangat aktif, lincah, tanggap bagai tak pernah kehabisan energi... Padahal badannya kecil imut dan sedang rempong-rempongnya mengurus Adskan yang masih balita.
#Baterenya apa sih mbak?
Bergabung di kelas Bunsay juga membuat saya yang sudah pasrah dengan kondisi gagap teknologi kronis, menjadi sedikit melek dan mengaplikasikan teknologi jaman now.
Minimal jadi kenalan lah sama GDOCS dan GFORM kekekekekekek.
One stop shopping lah pokoknya Kelas Bunsay IIP ini... #emotketjupemotketjupemotketjup
Para fasilitator yang super keren juga sangat membantu saya memahami materi yang diberikan. Pergantian fasil setial cawu berganti membuat saya bertambah teman dan jalinan silaturahim.
Pertama kali berkenalan dengan mbak Dyah dan mbak Siti. Lalu mbak Anna yang nun jauh di Yokohama Jepun, dan teh Ai di Bandung.
Dan cawu akhir ini kelas kami menjadi lebih cerah dengan semangat dan warna baru bersama fasil baru, mb Anissa dan mb Indria.
Salut sekali pada para fasil yang mau meluangkan waktu, tenaga dan pikiran di tengah kesibukan mengurus keluarga di dunia nyata.
#KelasBundaSayang
#InstitutIbuProfesional
#ThinkCreative
0 komentar